KMI 2025: ruang resmi bagi pelaku musik dan pembuat kebijakan
Kementerian Kebudayaan resmi menginisiasi Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025, sebuah forum nasional yang dijadwalkan berlangsung pada 8 hingga 11 Oktober 2025 di Jakarta. Inisiatif ini dipandang sebagai upaya pemerintah untuk menghadirkan ruang dialog formal antara pelaku musik dan pembuat kebijakan, setelah puluhan tahun ekosistem musik beroperasi tanpa arahan kebijakan terpadu.

Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, menyatakan bahwa gagasan penyelenggaraan KMI berangkat dari semangat yang pernah diperjuangkan mendiang Glenn Fredly. Menurut Giring, KMI hadir untuk memberi kesempatan kepada seluruh pelaku ekosistem musik agar dapat duduk bersama menciptakan arah kebijakan yang konkret. “Sejak 80 tahun Indonesia merdeka, belum pernah ada ruang bagi para pelaku ekosistem musik untuk duduk bersama dengan pemerintah. Baru kali ini kesempatan itu hadir,” ujar Giring.
Agenda: dari hak cipta hingga pasar musik global
KMI 2025 dirancang sebagai forum yang membahas isu-isu krusial bagi industri musik nasional. Topik yang akan diangkat meliputi tata kelola hak cipta dan royalti, perpajakan dan pembiayaan industri, jalur distribusi karya lokal ke pasar global, pariwisata musik, hingga pengembangan kurikulum musik kontekstual. Selain sesi diskusi panel, KMI juga akan menghadirkan masterclass dari platform global seperti Spotify dan YouTube.
Menurut pernyataan resmi, diskusi-diskusi ini tidak hanya bersifat wacana. “Forum ini akan mendudukkan ekosistem musik dengan regulator. Hasilnya ialah sebuah roadmap dan dorongan rekomendasi kebijakan lintas kementerian,” kata Giring. Tujuan akhirnya adalah menghasilkan peta jalan yang konkrit sehingga tata kelola musik Indonesia menjadi lebih terstruktur dan berkelanjutan.
Kolaborasi lintas kementerian dan langkah advokasi
Salah satu yang membuat KMI berbeda adalah pendekatan lintas sektor. Giring menegaskan bahwa musik beririsan dengan banyak aspek kebijakan publik, termasuk hukum, keuangan, ketenagakerjaan, dan pariwisata. Oleh karena itu, KMI akan melibatkan perwakilan dari berbagai kementerian untuk menyusun rekomendasi kebijakan yang holistik.
Dengan pendekatan ini, KMI diharapkan mampu membuka ruang advokasi yang lebih kuat untuk isu-isu seperti perlindungan musik etnik, peningkatan kesejahteraan pencipta dan pelaku musik, serta pembenahan mekanisme royalti. Hasil rekomendasi KMI dimaksudkan menjadi bahan rujukan pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan regulasi yang mendukung pertumbuhan industri musik.
Musik sebagai infrastruktur budaya dan penggerak ekonomi
Giring menegaskan pentingnya memandang musik tidak sekadar sebagai hiburan. “Musik bukan sekadar hiburan, tetapi juga sektor dengan potensi ekonomi besar yang mampu memberi dampak kesejahteraan dan pertumbuhan nasional,” ujarnya. KMI 2025 dimaksudkan untuk memperkuat posisi musik sebagai infrastruktur kebudayaan yang berdampak ekonomi, sekaligus membuka peluang agar karya Indonesia lebih kompetitif di pasar regional dan global.
Harapan: dari wacana ke tindakan nyata
KMI 2025 diharapkan menjadi titik awal perubahan nyata dalam tata kelola musik Indonesia. Dengan tema besar “Satu Nada Dasar”, konferensi ini mengusung semangat kolaborasi lintas aktor industri untuk menyusun roadmap jangka menengah dan panjang. Jika diwujudkan secara konsisten, rekomendasi yang muncul dari KMI dapat menjadi landasan kebijakan yang memperkuat ekosistem musik nasional dan memberi manfaat luas bagi pelaku industri.