Danilla Menyuarakan Kesedihan yang Tak Tersuarakan Lewat “Konyol”

Sebuah Balada Eksistensial Tentang Cinta, Kehilangan, dan Keberadaan yang Tak Lagi Nyata

Di tengah dunia yang terus berputar dan melupakan, Danilla Riyadi kembali hadir dengan karya yang menolak untuk sekadar menjadi hiburan. “Konyol”, single terbarunya yang dirilis pada 29 Oktober melalui Laguland, bukan hanya lagu tentang kehilangan—melainkan sebuah renungan filosofis tentang absurditas cinta, duka, dan keterbatasan manusia.

Di balik suara lembutnya yang khas, Danilla membawa pendengar ke ruang sunyi tempat cinta dan kematian berpapasan. “Konyol” bukan sekadar tentang perpisahan, melainkan tentang perasaan yang dilarang untuk dirasakan. Tentang jiwa yang masih ingin mencinta, tapi tak lagi memiliki tubuh untuk melakukannya. Tentang manusia yang ditinggalkan, tapi tak bisa benar-benar melepaskan.

Antara Dunia dan Ketiadaan

Lagu ini lahir dari inspirasi yang tidak biasa—sebuah simulator interaksi sosial yang menstimulasi dialog dengan mereka yang telah tiada. Dari ide itu, Danilla menciptakan potret sinematik tentang cinta yang dipisahkan maut secara tiba-tiba. Di satu sisi, seseorang yang masih hidup dan berjuang menghadapi kehilangan; di sisi lain, jiwa yang telah pergi, masih menyaksikan dengan pilu tanpa bisa menyentuh.

“Aku ingin menangkap perasaan paradoks yang paling manusiawi,” ujar Danilla. “Bagaimana seseorang yang telah pergi untuk selamanya justru masih memiliki ‘suara’, masih peduli, tapi tak lagi memiliki hak untuk hadir.”

Kutipan ini menegaskan bahwa “Konyol” bukan hanya lagu duka, tetapi juga bentuk kejujuran emosional yang jarang disentuh musik pop modern. Ini adalah monolog jiwa, sebuah surat cinta dari dimensi lain.

Melodi Sunyi dari Penerimaan

Secara musikal, “Konyol” menampilkan aransemen minimalis hasil tangan dingin Lafa Pratomo. Tak ada dentuman besar, tak ada klimaks dramatis—hanya ruang sunyi yang memberi tempat bagi vokal Danilla untuk bercerita. Setiap nada seolah menjadi gema dari hati yang sudah berhenti berdebar, tapi masih berusaha dimengerti.

Lafa menggambarkan lagu ini sebagai “menelusuri rasa absurd dalam kehidupan.” Dalam penjelasannya, ia mengatakan, “Ini tentang bagaimana cinta dan kehilangan seringkali tak masuk akal di hadapan semesta yang tak memberi penjelasan. Suatu saat, kita memiliki segalanya. Selanjutnya, tiba-tiba semuanya hilang begitu saja.”

Dari situ, “Konyol” bergerak pelan, menyusuri spektrum emosi manusia: dari cinta, kehilangan, hingga ketidakberdayaan. Lagu ini tidak meminta simpati, tetapi menawarkan ruang kontemplasi.

Antara Cinta dan Keikhlasan

Yang paling menyentuh dari lagu ini justru bukan kesedihannya, melainkan ketenangan yang muncul dari penerimaan. Dalam salah satu bagian yang paling reflektif, Danilla berkata, “Yang paling menyentuh justru ketika sang jiwa mengakui ketidakberdayaannya. Dia bahkan tak mampu lagi mengusap air mata mantan kekasihnya, hanya bisa menjadi penonton bisu dari dimensi barunya.”

Pernyataan ini menangkap inti “Konyol”: bahwa cinta sejati kadang berakhir bukan karena hilang, tapi karena waktu memintanya untuk berubah bentuk. Dalam kematian, dalam kepergian, dalam keikhlasan—ada cinta yang justru menjadi abadi karena tak lagi menuntut balasan.

Sebuah Karya yang Lebih dari Sekadar Lagu

Danilla sekali lagi membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar penyanyi, melainkan seniman perasaan dan pemikir kehidupan. Sejak awal kariernya, ia selalu menolak untuk menulis lagu yang mudah dikonsumsi. Ia menciptakan pengalaman. Ia mengundang pendengarnya untuk berpikir, merasa, dan merenung.

“Konyol” adalah kelanjutan dari perjalanan itu—sebuah karya yang menembus batas antara manusia dan makna, antara cinta dan kehilangan, antara hidup dan yang sudah tak ada. Ia mengingatkan kita bahwa tidak semua hal perlu dijelaskan; beberapa cukup dirasakan, lalu dibiarkan pergi perlahan.

Konyol” kini sudah tersedia di seluruh platform digital. Sebuah lagu yang bukan hanya untuk didengarkan, tapi untuk dirasakan dalam diam.

Scroll to Top