Dirilis bertepatan dengan ulang tahun sang ibu, ENDIKUP jadi karya penuh warna, harapan, dan warisan musikal dari sang musisi

Gusti Irwan Wibowo resmi merilis album terakhirnya yang berjudul “ENDIKUP” pada 6 Juli 2025, hanya tiga minggu setelah kepergiannya pada 15 Juni lalu. Album ini menjadi penanda akhir perjalanan musiknya sekaligus bentuk persembahan di hari ulang tahun ibunya, Sri Yulianti, yang jatuh di tanggal yang sama.
Lebih dari sekadar album, ENDIKUP adalah pernyataan terbuka tentang harapan, keberanian, dan imajinasi—dibungkus dalam gaya bermusik yang jenaka, absurd, dan jujur. Album ini terasa seperti surat terakhir dari Gusti: lucu, penuh warna, dan tulus apa adanya.
Genre “Endikup”: Warisan Sang Ayah, Semangat yang Diteruskan Gusti

Nama “Endikup” bukan sekadar judul album. Istilah ini merupakan genre musik yang diciptakan oleh Timur Priyono, ayah dari Gusti, pada awal 1990-an. “Endikup” lahir dari kegelisahan terhadap dominasi musik mainstream, khususnya ketika warna musik seperti dangdut yang tidak dianggap “asli” sering kali didiskreditkan.
Alih-alih mengikuti arus, Endikup hadir sebagai perlawanan yang jenaka dan membumi. Liriknya sederhana, namun menyimpan semangat yang membangkitkan harapan. Gusti melanjutkan perjuangan itu melalui karya-karyanya—menggunakan musik sebagai medium menyampaikan keresahan sosial, keintiman pribadi, dan kejenakaan hidup.
7 Lagu Penuh Warna dan Kolaborasi Lintas Gaya

Album ENDIKUP berisi tujuh lagu dengan nuansa yang sangat beragam—dari cinta yang absurd, kritik sosial, romansa manis, hingga dialog penuh tawa dan emosi. Meski belum dirilis secara audio saat artikel ini ditulis, press kit yang dibagikan memberi gambaran tentang isi dan rasa dari tiap lagu.
Berikut daftar lagunya:
- Hari yang Mantap (feat. Nehru Rindra)
- We, Always Together (feat. Hifdzi Khoir)
- Icik Icik Bum Bum (feat. Bunga Nafisa)
- Bagaimana? (feat. Danilla Riyadi)
- Diculik Cinta
- Ngambek
- Hilang Arah (feat. Bilal Indrajaya)
Kolaborator yang terlibat pun mencerminkan spektrum warna musik yang luas—mulai dari Danilla yang melankolis, Bilal Indrajaya yang syahdu, hingga Hifdzi Khoir dan Bunga Nafisa yang memberi sentuhan jenaka dan enerjik.
Salam Perpisahan yang Ceria dan Jujur

Album ini tidak berusaha untuk menjadi megah atau puitis secara berlebihan. Justru sebaliknya—ENDIKUP hadir dengan bahasa yang ringan, penuh kelakar, tapi tetap menyentuh. Sebuah refleksi dari siapa Gusti sebenarnya: musisi yang tidak takut terlihat absurd, selama itu bisa menyampaikan kejujuran.
ENDIKUP adalah bukti bahwa musik bisa jadi medium yang menyatukan rasa cinta, kritik sosial, nostalgia, dan harapan. Dan di tengah semua itu, Gusti Irwan Wibowo meninggalkan kita dengan satu kalimat sederhana: Hari ini, harusnya tetap bisa jadi hari yang mantap.