Konferensi Musik Indonesia 2025 Resmi Digelar: Langkah Besar Menuju Ekosistem Musik Berdaulat

Momentum Baru bagi Industri Musik Nasional

Pada 8 Oktober 2025, Jakarta menjadi saksi lahirnya babak baru dalam sejarah musik Indonesia. Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 resmi dibuka, menandai upaya nyata pemerintah—melalui Kementerian Kebudayaan—untuk merumuskan arah masa depan ekosistem musik nasional. Acara yang berlangsung hingga 11 Oktober ini mengusung tema “Satu Nada Dasar”, simbol dari semangat menyatukan kepentingan berbagai pihak dan memperkuat fondasi industri musik tanah air.

Lebih dari 300 peserta—meliputi musisi, pencipta lagu, promotor, label rekaman, pekerja panggung, hingga UMKM musik—bergerak berdialog bersama regulator dan pejabat lintas kementerian. Selain diskusi panel, terdapat pula sesi masterclass dan workshop yang menghadirkan platform digital serta pemain industri global sebagai narasumber.

Jejak Historis Menuju Jakarta

KMI 2025 bukanlah gagasan baru; ia merupakan kelanjutan dari perjalanan konferensi musik yang pernah digelar di Ambon (2018) dan Bandung (2019). Di Ambon, musik perdana kali diperkenalkan sebagai elemen esensial dalam pembangunan budaya dan identitas nasional. Di Bandung, dialog dilanjutkan namun dalam skala lokal/regional. Kini di Jakarta, KMI hadir dengan format nasional sekaligus agenda kebijakan multiyears.

Seperti dikatakan oleh Wamenbud Giring Ganesha, “Baru kali ini … ekosistem musik bisa benar-benar duduk bersama dengan regulator.” Pernyataan ini menggambarkan niat agar diskusi musik selama ini yang tersebar di panggung, workshop, atau komunitas bisa dihadirkan dalam forum resmi yang menyeluruh.

Pilar-Pilar Bahasan Kritis

Diskusi dalam KMI 2025 diarahkan pada isu-isu strategis yang selama ini menjadi tantangan serius di industri musik Indonesia:

  1. Tata Kelola Royalti & Hak Cipta
    Keterbukaan dalam mekanisme LMK (Lembaga Manajemen Kolektif), pembagian royalti yang adil, dan perlindungan hak moral artis menjadi topik penting. Beberapa narasumber menekankan perlunya revisi regulasi agar sistem tidak memperlemah pencipta dalam era digital.
  2. Pajak, Pembiayaan, dan Ekonomi Musik
    Musik tidak hanya soal karya, melainkan juga soal ekonomi — bagaimana label, penyelenggara, dan artis bisa berkelanjutan secara bisnis. KMI mendorong kebijakan yang intervensinya tidak membebani, tetapi memberi ruang pertumbuhan.
  3. Distribusi Global & Platform Digital
    Dalam era streaming dan platform global, tantangan distribusi, algoritma, dan persaingan platform menjadi titik bahas agar karya lokal bisa naik kelas ke pasar internasional.
  4. Infrastruktur & Kapasitas Budaya
    Mulai dari perangkat panggung, akses ke studio, akses pendidikan musik, hingga pengarsipan musik etnik menjadi bagian dari roadmap jangka panjang yang hendak dirumuskan.

Kolaborasi dengan Polri – Keamanan Acara sebagai Aspek Vital

Menjelang digelarnya KMI 2025 dan Jakarta Music Cons, Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) melakukan audiensi dengan Polri untuk membahas regulasi izin acara dan pengamanan industri musik. Dalam pertemuan tersebut, dibahas pembentukan tim pokja bersama, pemetaan lokasi acara, serta audit keamanan agar acara musik tidak rentan konflik izin maupun keselamatan publik.

Langkah ini menegaskan bahwa musisi dan promotor tidak bisa bekerja terisolasi — aspek regulasi publik dan keamanan acara menjadi syarat mutlak agar industri musik tumbuh berkelanjutan.

Tantangan & Harapan ke Depan

Hadirnya KMI 2025 membuka jendela optimisme, tetapi realisasinya akan sangat bergantung pada kapasitas implementasi dan konsistensi lintas lembaga. Tantangan seperti tumpang tindih regulasi, kendala pengawasan royalti digital, dan disparitas akses antar daerah harus menjadi perhatian serius.

Jika roadmap yang dirumuskan kelak diwujudkan, musik Indonesia punya peluang tumbuh tidak hanya sebagai hiburan semata, tetapi sebagai infrastruktur budaya dan penggerak ekonomi nasional.

Scroll to Top